Tidak Melihat Tapi Berguna

Bermata tapi tak melihat
Bertelinga tapi tak mendengar
Bermulut tapi tak menyapa
Berhati tapi tak merasa
(Syair lagu BIMBO)

Tidak ada manusia yang sebelumnya berpesan pada dirinya: Tuhan, ciptakanlah aku seperti ini, dan jangan yang seperti itu. Semua manusia, ketika lahir, mereka menerima begitu saja ciptaan yang Allah peruntukkan bagi mereka. 

Tiap orang lahir dengan ciri khasnya masing-masing. Ada yang hidungnya menjorok keluar, ada juga yang tidak. Ada yang terang, juga ada yang agak gelap. Ada yang menjulang, ada juga yang tidak. Ada yang lahir dari keluarga yang pas-pasan, juga ada yang lahir dari gelimang harta, bahkan tahta. 

Ahmad Yassin adalah lelaki yang tidak bisa melihat. Tapi, kekuatan hati syekh besar dari Palestina itu, lebih kuat ketimbang mata fisiknya. Matanya boleh tiada melihat, tapi jiwanya senantiasa menyala. Beberapa tahun sebelum Uni Soviet runtuh, ia mendirikan sebuah gerakan perlawanan kepada komprador Israel. Lembaga itu, hingga kini masih tetap eksis untuk mengangkat martabat warga Palestina. Harakah (Gerakan) Al-Muqawamah (Perlawanan) al-Islamiyyah (Islam) atau yang kita kenal dengan nama HAMAS adalah sumbangsih dari syekh yang lumpuh dan setengah tidak bisa melihat.

Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi

Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik

Tuhan pasti kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal Putus asa
(syair D' Masiv, "Jangan Menyerah")

Di Universitas Hasanuddin, ada Dr. Mansyur Semma. Beberapa tahun sebelum meninggal, beliau mengalami kebutaan. Waktu itu, saya masih sebagai mahasiswa, dan kerap bertandang ke ruang perawatannya di RS Wahidin. Suatu waktu, saya pernah mencukur rambut beliau. Kebetulan waktu masih SMU, beberapa tahun saya berprofesi sebagai tukang cukur karena aktif di Bagian Sosial merangkap Barbershop. 

Pak Mansyur tidak bisa melihat, tapi tulisan-tulisannya senantiasa hadir di media massa. Dalam kondisi kekurangan itu, beliau berhasil mempertahankan Disertasinya tentang Mochtar Lubis yang kemudian oleh Yayasan Obor Indonesia, naskah tersebut diterbitkan. Di ruangan Jurusan Ilmu Komunikasi, beliau berpesan agar aktif terus menulis, karena dengan menulis kita memberikan penerangan bagi orang lain. 

Suatu waktu, dalam diskusi di Maros, Pak Mansyur mengibaratkan menulis itu seperti belajar naik sepeda. "Semua orang bisa menulis" kata beliau. Tapi, menulis yang baik, itu butuh latihan. Menulis itu seperti kita naik sepeda. Mau tak mau kita akan menabrak kiri kanan. Jatuh dan bangun. Namun, kalau kita seriusi, kita akan menjadi penulis yang baik.

Seorang yang lain, juga tidak bisa melihat. Namanya Ust Muhammad Iqbal Coing. Sampai saat ini, saya teringat kepadanya perihal sebuah ayat dalam al-Qur'an yang beliau tafsirkan di surat al-Insan. Beliau mengatakan bahwa manusia itu dulunya tidak bisa disebut sebagai sesuatu. Maksudnya, waktu kita masih setetes mati dan ovum, kita belum bisa disebut apa-apa. Akhirnya, Allah memberikan kita pendengaran dan penglihatan untuk menguji kita apakah kita bersyukur ataukah kita kufur. 

Beliau dari kecil sudah tidak bisa melihat. Bunga yang kita lihat, belum pernah dilihatnya sama sekali. Dunia yang kita lihat ini, hanya bisa dirasakannya, diimajikan dalam dirinya. Namun, ketidakbisaan untuk melihat itu, tidak menjadikan beliau sebagai orang yang lemah. 6666 ayat al-Qur'an beliau hafal alias 30 juz. Kalau beliau menjadi imam, enak sekali kita dengar karena beliau menghayati dalam melafalkannya. 

Bagi kita yang bisa melihat dengan normal, kita perlu bersyukur sekali. Kita bisa melihat dunia ini. Namun, sebuah pertanyaan bolehlah diungkapkan: Apakah penglihatan itu telah membuat kita lebih berguna bagi yang lain? Atau, jangan-jangan dengan mata yang Allah karuniakan ini membuat kita semakin lalai (orang Makassar bilang: "Lale"), dan menikmati maksiat demi maksiat. 

Ada yang tidak bisa melihat, tapi berguna. Namun, ada juga yang penglihatannya normal, tapi tingkat kegunaannya begitu minim. Seperti dalam surat al-Insan ayat-ayat pertama, sesungguhnya Allah memberikan kita mata, juga telinga adalah untuk menguji kita: Apakah kita bersyukur atau malah kufur. Di posisi manakah kita? ***


Oleh: Yanuardi Syukur

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Sumber Daya Manusia: Sebuah Pengantar

Dorong Hobi Jadi Buku

Menyoal Mentalitas Bangsa