Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Yanomamo ala Cikeusik

Gambar
Oleh: Yanuardi Syukur TIGA  orang tewas dalam sebuah penyerangan terhadap jema’ah Ahmadiyah (06/02). Di Cikeusik, Banten, penyerangan ini menjadi  headline  di berbagai media massa—cetak maupun elektronik. Melihat itu, timbul sebuah pertanyaan, kenapa perbedaan harus disikapi dengan kekerasan—termasuk dengan penghilangan nyawa? Apa yang dilakukan oleh kelompok massa di Cikeusik itu tampaknya ingin memperlihatkan keganasan tertentu. Bisa jadi ini adalah kelanjutan dari tribalitas tradisional yang kerap suka dengan kekerasan. Di masyarakat sederhana, keganasan pada titik tertentu bisa dianggap sebagai sebuah cita-cita. Lelaki di suku Indian Yanomamo, misalnya, mereka kerap berkelahi, dan aktivitas ini menurut mereka adalah cita-cita—semacam paradigma—yang menganggap bahwa “lelaki itu harus keras” (Haviland, 1988: 419).  MENYIKAPI DA’TSUR Ahmadiyah, oleh kaum muslim  mainstream  (arus utama) yang mayoritas di atas bumi ini menganggap bahwa Ahmadiyah adalah gerakan yang sesat. Beberapa neg